Teman saya pernah
berkata,”Jangan jadi mahasiswa kupu-kupu alias kuliah-pulang saja. Isilah
waktumu dengan kegiatan lain yang berguna” Inilah yang menjadi salah satu
motivasi saya untuk mengisi waktu luang kuliah dengan menjadi tutor bahasa
Indonesia. Bukan main-main, saya menjadi tutor untuk mahasiswa Thailand.
Aktifitas menjadi tutor ini saya mulai ketika Universitas
Negeri Malang kedatangan tamu dari Thailand. Mereka adalah mahasiswa yang
mengikuti program In Country 2011.
Program ini merupakan kerjasama antara UM dengan Walailak University,
Thaliland. Resminya, kegiatan ini
dibuka selasa (13/12) silam. Selama 5 bulan ke depan, mereka akan belajar
bahasa Indonesia sekaligus budaya di UM.
Sebagai tutor, saya bertugas sebagai partner sekaligus pengajar
praktek di lapangan yang mengajari para mahasiswa berbahasa Indonesia. Hal ini
berkaitan erat dengan goal wajib In
Country 2011 yaitu lancar berbahasa Indonesia. Bersama 2 rekan saya yang
lain, saya menjadi tutor dari mahasiswa
bernama Nitchakan Kumjorntit. Mbak Wen, panggilan akrabnya, memiliki kemampuan
membaca dan berbicara. Akan tetapi, kemampuan ini masih dasar sehingga hanya
mengetahui beberapa kosakata b.Indonesia.
Ketika
pertama kali bertemu dan berkeliling kampus bersama mbak Wen, saya bertanya
padanya,” Apakah Mbak Wen bisa naik motor?” Mbak Wen menjawab,” Bisa”. Kemudian
dia mengatakan motorkya berulang-ualng
sambil memperagakan orang naik motor. Saya merasa bingung dan tidak paham karena
Mbak Wen belum menguasai banyak kosakata untuk menjelaskan maksudnya. Sebenarnya
motorkya itu apa? Usut punya usut, ternyata motorkya adalah motor yang
menggunakan gigi persnaleng. Saya
baru tahu ketika ada pengendara motor yang melintas dan dia menunjuk motor tersebut.
Owalah, itu toh ternyata.
Meskipun baru beberapa waktu menjadi tutor, banyak hal
menarik yang saya dapatkan. Selama ini saya merasa bahwa bahasa Indonesia
adalah bahasa yang paling mudah di dunia. Bagaimana tidak? Hurufnya menggunakan
abjad latin dan pelafalannya pun tidak serumit bahasa mandarin yang menggunakan
intonasi. Ternyata tidak demikian kenyataannya.
Orang Thailand mengalami kesulitan untuk mengucapkan
huruf s, r, l, dan t. Padahal huruf ini sangat sering
muncul dalam kosakata bahasa Indonesia. Misalnya, kata keluarga, roti, rasa, dan lain-lain. Kesulitan ini berkaitan erat
dengan bahasa asli mereka yang jarang
mengucapkan huruf-huruf tersebut secara gamblang. Sekarang, sebagai tutor, saya
harus mampu membuat mbak Wen fasih
mengucapkannya. Bukan hal mudah memang. Namun saya harus bersabar dengan
melatihnya berulang-ulang.
Selain pelafalan, ada tantangan lain yang saya hadapi.
Dalam bahasa Indonesia, preposisi di, ke dan
dari harus diucapkan secara jelas
agar tidak salah pengertian. Berbeda dengan bahasa Thailand. Susunan kalimat
mereka sudah mengandung preposisi secara implisit. Hal ini menyebabkan mereka
seringkali meninggalkan preposisi tersebut ketika berbahasa Indonesia. Misalnya
saya pergi kampus. Jadi saya perlu
melatih mbak Wen agar terbiasa menggunakan preposisi.
Ternyata mengajar bahasa Indonesia untuk penutur asing memang tidak mudah. Butuh kesabaran dan kerja keras. Masih terlalu dini untuk meengatakan bahwa saya sukses menjadi tutor bahasa Indonesia. Namun saya akan tetap berusaha menjadi tutor yang baik demi dedikasi saya terhadap jurusan yang kutekuni sekaligus memajukan bahasa Indonesia di mata dunia
1 comments:
Kak , ngajar bahasa indonesia keorang thailandnya menggunakan bahasa inggris atau kakak bisa bahasa Thailand?
Posting Komentar