Nyaris setiap hari, saya pergi ke penjual lalapan di samping kosan dan membaca koran di sana. Dengan sabar, saya mencari kolom opini mahasiswa untuk melihat apakah namaku tercantum di dalamnya. Dan sekali lagi, muncullah kata keramat “tidak dimuat”.
Saya mengawali karir menulis sejak SMA. Beragam ajang
menulis sudah saya jelajahi. Seperti menulis beberapa karya ilmiah, cerita
anak, dan proposal bisnis. Namun, kepenulisan ini
berbeda dengan apa yang saya tekuni sekarang. Perbedaan ini muncul dari aspek
bahasa yang digunakan yaitu bahasa jurnalistik.
Bahasa jurnalistik berbeda dengan bahasa dalam karya
ilmiah. Bahasa ini cenderung pendek-pendek, mengalir, dan membuat pembaca tetap
menikmati tulisan hingga akhir. Oleh karena itu, sebuah opini boleh menggunakan
variasi-variasi bahasa. Misalnya saja menggunakan pantun untuk mengawali tulisan
atau menggunakan tanda tanya sebagai pelengkap judul. Semua ini sah-sah saja
dalam jurnalistik namun tidak akan diterima dalam karya ilmiah.
Sebagai
mahasiswa jurusan Sastra Indonesia, menjadi penulis seakan tuntutan tersendiri
bagi saya. Hampir setiap orang melihat bahwa jurusan ini akan menghasilkan para
penulis handal dan kompeten. Pandangan ini tidak sepenuhnya benar, namun tidak
juga salah. Menulis adalah proses kreatif yang tidak dikuasai oleh satu bidang
saja seperti bidang bahasa. Menulis bisa dilakukan oleh semua orang.
Saya
sering mendengar ada orang yang mengatakan bahwa menulis itu sangat sulit.
Perlu diketahui bahwa pendapat ini hanya muncul dari orang-orang yang pesimis.
Menulis adalah sebuah proses, bukan seperti membuat mi instan. Jika anda ingin
menulis, langsung saja menulis. Mungkin tulisan anda akan semrawut awalnya,
namun perlahan-lahan anda akan menemukan jalan. Fauzhil Adhim, seorang penulis
yang produktif, mengatakan tidak ada
resep yang lebih baik untuk menjadi seorang penulis, kecuali dengan menulis
sekarang juga. Apapun jadinya, buatlah tulisan secara spontan. Kalau memang
harus melompat-lompat, biarlah melompat-lompat. Boleh jadi akan menjadi
lompatan yang indah.
Menembus
media masa bukanlah hal yang mudah. Saya sendiri misalnya, mengirim opini dan
tulisan ke berbagai media hingga bekali-kali. Jika tidak dimuat, saya kirim
lagi yang baru dan terus seperti itu. Alhasil, doa saya terjawab juga. Sebuah
tulisan sepanjang 100 kata telah dimuat di media massa bertaraf nasional. Rasa
bahagia bercampur haru seakan bercampur menjadi satu. Saat bertemu dengan guru
di sekolah saya dulu, beliau mengatakan bahwa tulisan saya bagus. Rasanya
bangga bukan main. Memang, ada juga
orang yang mencibir karena panjang tulisan saya cuma satu paragraf. Dia bahkan
mengatakan kalau tulisan saya tidak berharga. Namun, celotehan seperti itu
ibarat cambuk yang membangkitkan semangat saya untuk menulis lebih baik dan
lebih panjang lagi.
Sebagai
pemula dalam dunia kepenulisan, saya memiliki beberapa alasan yang melatar
belakangi seluruh tulisan saya. Saya ingin pemikiran-pemikiran yang tertuang
dalam tulisan bisa memberi pandangan baru dan memberikan perubahan yang lebih
baik bagi pembaca khususnya. Semoga dengan niatan baik ini, tulisan saya dapat
menginspirasi seluruh lapisan masyarakat.
0 comments:
Posting Komentar