Cempluk. Barang
kali kata ini sedikit asing di telinga sebagian orang, namun tidak demikian
dengan orang Jawa. Kata tersebut berarti tembem
atau chubby. Dengan kata lain, orang
yang cempluk berarti pipinya tembem. Tapi, Kampung Cempluk yang satu ini tidak
ada kaitannya dengan kampong yang penduduknya berpipi yang tembem semuanya.
Kampung Cempluk adalah sebuah festival rakyat yang digelar di Dusun Sumberjo-Kalisongo,
Kec.Dau, Kab. Malang.
Selamat datang di Kampung Cempluk 2012 |
Festival Kampung Cempluk digelar pada 29 Agustus hingga 8 September 2012. Festival ini dihelat untuk memperingati HUT Kemerdekaan RI ke-67. Festival ini diisi dengan berbagai pertunjukan tradisional yang tentu sayang untuk dilewatkan.
Panggung Rakyat |
Misalnya kesenian tradisional, layar tancap, musik&sastra bernyanyi, keroncong, music perkusi, bantengan, jidoran, dan music akustik kampungan.
Alin Narsis |
Selain pertunjukan, festival ini juga dimeriahkan dengan berbagai warung rakyat yang menyajikan kuliner khas kampung, aneka warung yang menjual mainan anak kampung, pameran property kampung, dan galeri rumah hantu. Semuanya khas dengan nuansa
kampung yang sarat tradisional dan jadul.
Selain
diisi berbagai acara kampung yang unik dan menarik, ada lagi yang unik dari
lokasi penyelenggaraan Festival Kampung Cempluk ini. Berbeda dengan festival
lain yang biasanya digelar di lapangan atau alun-alun, Kampung Cempluk digelar
di gang yang luasnya hanya 2 meter saja.
Sepanjang hampir 500 meter, festival
digelar dengan meriah. Di kanan kiri gang, terdapat rumah-rumah penduduk yang
disulap menjadi warung dan tempat pameran.
Warung- warung itu dihiasi dengan
anyaman daun kelapa tua yang mengingatkan saya pada kondisi kampung di tayangan
Angling Dharma. Ada pula ublik atau
lampu minyak tanah dari kaleng dan botol yang digantung sebagai penerangan
warung itu. Jadi, gang yang semula biasa-biasa saja berubah total menjadi
kampung yang sarat dengan nuansa jadul dan tradisional.
Aku dan Eksotisme |
Untuk
menuju lokasi Festival Kampung Cempluk, kita harus berjalan memasuki sebuah
gang sejauh 50 meter. Setelah melewati belokan gang tersebut, sampailah kita di
lokasi Festival Kampung Cempluk. Sungguh, di tengah hiruk pikuk kota Malang
yang lekat dengan nuansa modern, kita bisa merasakan suasana yang berbeda di
festival tersebut.
Dibalik
kemeriahan dan keunikan nuansa kampung yang ditawarkan di Kampung cempluk ini,
ada hal yang sangat disayangkan dari penyelenggaraan acara tersebut. Yaitu
minimnya publikasi. Saya pribadi tidak tahu acara tersebut sampai diajak oleh
teman-teman dari komunitas pencinta alam “Wombopala” untuk berkunjung ke sana. Padahal, jarak
antara Dusun Samberjo dengan kos saya hanya terpaut kurang dari 10 km. Setali
tiga uang, ternyata beberapa teman saya juga
tidak tahu tentang perihal festival tersebut. Saya pikir, inilah yang menyebabkan
minimnya jumlah pengunjung di sana. Jarang sekali saya jumpai pengunjung dari
kota. Padahal, acara tradisional ini bisa menjadi magnet bagi penduduk kota
yang memang jarang disuguhi acara semacam ini.
Saya
pikir, panitia penyelenggara perlu memanfaatkan media online dan berbagai situs
jejaring social untuk mensosialisasikan Festival Kampung Cempluk. Pengumuman
dan poster bisa diposting di facebook, ditag, dan dishare ke banyak orang.
Panitia juga bisa bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memperluas
publikasi. Semakin luas acara tersebar, maka semakin banyak pula pengunjung
yang datang. Dengan demikian, pembeli akan semakin banyak dan keuntungan yang
didapat oleh penduduk semakin besar pula.
Tahun
ini, Festival Kampung Cempluk diselenggarakan untuk ketiga kalinya. Semoga di
tahun-tahun selanjutnya, panitia tidak lelah untuk meneruskan acara ini sebagai
bentuk pelestarian budaya tradisional. Malang memang kota yang gemerlap, namun
tetap merindukan sentuhan tradisional untuk menjaga identitasnya.
0 comments:
Posting Komentar